Kamis, 20 Agustus 2015

Asal Mula Al-Qur'an Braille di Indonesia



Wakaf, Wakaf Quran, Wakaf Produktif, Wakaf Tunai, Wakaf Uang, Wakaf di Indonesia, Wakaf Masjid, Wakaf Quran Ramadhan, Wakaf Produktif di Indonesia, Wakaf Sarana Air Bersih, Wakaf Saham, Wakaf Sawah, Wakaf Sekolah, Wakaf Sekolah Tahfiz, Wakaf Uang Tunai, Wakaf Tanah, Wakaf Pendidikan, Wakaf, Online, Wakaf Online Indonesia, Wakaf Secara Online, Wakaf Tahfiz Online, Bayar Wakaf Online, Cara Wakaf Online, Wakaf Tunai Online, Desa Quran, Wakaf Alquran Braille

Kapan pastinya Alquran Braille muncul pertama kali di negeri ini tak begitu jelas. Setidaknya, ada dua versi yang menjelaskan sejarah Alquran Braille di Indonesia. Menurut Staf Seksi Program Balai Penerbitan Braille Indonesia (BPBI), Yayat Rukhiyat, Alquran braille pertama kali muncul di Indonesia sekitar tahun 1954. Alquran yang ada saat itu, merupakan inventaris Departemen Sosial (Depsos) sumbangan dari Yordania. Namun, Alquran braille tersebut baru berhasil dibaca tahun 1964 oleh seorang juru tik braille Depsos Yogyakarta Supardi Abdi Somad. Setelah itu, Yayasan Tunanetra Islam (Yaketunis) menuliskannya secara manual, sebelum akhirnya bekerja sama dengan Departemen Agama (Depag) untuk memproduksinya secara besar-besaran pada tahun 1973.Versi lain mengenai sejarah Alquran braille diungkapkan Kepala Percetakan Yayasan Penyantun Wyata Guna (YPWG) Ayi ahmad Hidayat. "Alquran braille sudah dimiliki perpustakaan Wyata Guna sejak lama. Akan tetapi, karena tidak ada yang mengerti cara membacanya, akhirnya hanya disimpan saja di perpustakaan," katanya. Sampai akhirnya ada seorang pengajar di Wyata Guna Abdullah Yatim Piatu, yang tertarik membolak- balik halaman Alquran tersebut dan ternyata sanggup membacanya.
Ada banyak cara seseorang mengabdikan diri dalam hidupnya. Abdullah Yatim (73) memilih jalan yang sangat jarang dilakukan orang lain. Selama hampir tiga perempat perjalanan hidupnya, ia mengajar mereka yang kurang beruntung karena mengalami Tunanetra. PADAHAL, mengajar membaca bagi anak-anak yang matanya normal saja tidak begitu mudah. Apalagi yang diajarkan bukan hanya membaca huruf Latin dalam bentuk Braille, tetapi juga membaca huruf Arab braille. Dengan kesabaran dan ketelatenan yang mengagumkan, Abdullah melahirkan tidak sedikit anak-anak Tunanetra yang kini mahir membaca al-Quran. Huruf-huruf dalam al-Quran tersebut bukan huruf Arab sebagaimana lazimnya kitab suci tersebut, tetapi huruf braille Arab. Huruf braille Latin dan huruf braille Arab bentuknya tidak berbeda. Huruf-huruf braille berbentuk titik-titik yang dibuat menyerupai lubang dengan permukaan agak menonjol. Huruf-huruf yang menjadi lambang bunyi itu dibuat di atas kertas manila atau sejenisnya. Para tunanetra membacanya dengan ketajaman saraf telapak ibu jari tangannya.
ABDULLAH Yatim tidak mengetahui pasti siapa yang menciptakan huruf braille Arab. Ia sendiri menolak disebut sebagai penciptanya. "Saya hanya melakukan pembaruan dan menambah lengkap beberapa huruf yang dianggap kurang," katanya merendah. Namun berkat huruf-huruf Arab yang digunakannya untuk menulis al-Quran tersebut, ribuan penyandang Tunanetra di seluruh pelosok Nusantara bisa melek huruf al-Quran. Sebagai satu-satunya al-Quran huruf braille Arab yang disahkan Departemen Agama, kitab suci tersebut sudah lebih dari dua puluh kali naik cetak. Belum yang dicetak di luar negeri. Tetapi secara materi, Abdullah tidak memperoleh imbalan apa-apa atas hasil kreativitasnya. "Saya anggap sebagai amal saya," kata bungsu dari tujuh bersaudara keluarga Mohammad Yatim (ayah) dan Supiatun (ibu) ini.  Nama kedua orangtuanya itu pernah dijadikan nama keluarga sehingga menjadi Abdullah Yatim Piatu, walau saat itu kedua orangtuanya masih hidup. Namun karena dalam ijazahnya hanya mencantumkan nama ayahnya, ia dianjurkan Departemen Sosial agar tidak menambahnya dengan nama ibunya. Selama 33 tahun sejak 1957, Abdullah menjadi pegawai negeri sipil yang ditempatkan di Yayasan Penyantun Wiyata Guna (YPWG) Bandung. Ia pensiun tahun 1990 dengan golongan III A.
Putra Negeri Rencong yang lahir di Blang Pidie, Nanggroe Aceh Darussalam, 6 Oktober 1931 itu, dalam dirinya menetes darah pengembara. Ayahnya, Mohammad Yatim, yang berasal dari Sumatera Barat, mengembara ke Aceh setelah sebelumnya menjadi mukimin di Mekkah selama enam tahun. Mencontoh ayahnya, bungsu Abdullah meninggalkan kampung halamannya dalam usia remaja. Selain bekerja serabutan dan kemudian menjadi karyawan di Wiyata Guna, ia pernah melanjutkan pendidikannya di Sekolah Teknik Menengah (STM) Pengairan Trimurti di Jalan Pajagalan, Bandung. "Sekarang sekolahnya sudah lama bubar," kenangnya. PERKENALANNYA dengan huruf braille Arab sebenarnya bisa dibilang terjadi secara kebetulan. "Ketika itu saya iseng-iseng membuka-buka buku yang terdapat di Perpustakaan Wiyata Guna," katanya. Matanya kemudian tertarik dengan sebuah buku berjudul Al Misbach yang berasal dari Timur Tengah. Sampulnya ditulis dengan huruf Latin, tetapi isinya menggunakan huruf braille Arab. Isi buku tersebut rupanya telah menarik minatnya untuk belajar huruf braille Arab, walaupun Abdullah bukanlah seorang Tunanetra.
Tanpa kenal lelah dan tanpa bimbingan guru, pada setiap kesempatan ia gunakan waktunya untuk belajar membaca huruf braille Arab secara autodidak. Kemudian ia belajar menulis braille Arab. Karyanya yang pertama Surat al-Baqarah yang dibuatnya tahun 1959 dan kemudian dijilid lalu disimpan di gudang. "Sekarang saya cari-cari ternyata sudah tidak ada lagi," kata ayah lima anak dari perkawinannya dengan Ny Ratini (72 tahun) yang berasal dari Semarang. Dari pengalamannya mempelajari huruf braille Arab, Abdullah menemukan beberapa kekurangan huruf dalam al-Quran braille Arab yang berasal dari Arab Saudi. Hasil temuannya itu ia sampaikan ke Departemen Agama, sehingga pada tahun 1962 ia diminta menyusun al-Quran braille Arab. Hingga kini, karya tersebut merupakan satu-satunya al-Quran braille Arab yang beredar luas di seluruh pelosok Nusantara dan di negeri jiran. KETIKA pertama kali menyusun al-Quran braille Arab, Abdullah menghabiskan waktunya selama dua setengah tahun untuk menyelesaikan 30 juz. Tetapi kini, ia sudah tergolong piawai. "Sekarang sudah lancar, bisa dengan tiga bulan sudah selesai 30 juz," katanya. Satu juz al-Quran braille Arab paling tidak membutuhkan 30 hingga 35 halaman kertas manila. Tiap halaman berukuran 32 x 42 sentimeter. Karena ia juga menuliskan terjemahannya, maka satu juz bisa menghabiskan 70 halaman. Karena itu, al-Quran braille Arab berbeda dengan al-Quran huruf Arab biasa. Karena ketebalannya, al-Quran braille Arab dijilid tiap juz. Selain mengerjakan al-Quran braille Arab, Abdullah juga mengerjakan pengalihan huruf untuk kitab hadis, antara lain Bulughul Bukhari Maram dan Riyadus Shalihin. Di rumahnya yang sederhana di bilangan Perumnas Sadangserang, Bandung, ia masih setia mengisi kegiatannya dengan menyumbangkan keahliannya. Sesekali ia masih harus berdiri di depan ruang kelas Kejuruan Ilmu Al-Quran Braille (KIAB) yang diselenggarakan Wiyata Guna Bandung menghadapi anak didiknya yang belajar membaca al-Quran braille Arab. "Kalau sudah bisa membaca huruf braille Latin, sebenarnya membaca braille Arab tidak begitu sulit,"katanya. Jumlah peserta KIAB tiap angkatan tidak begitu banyak. Rata-rata tiap tahun 7 hingga 10 orang. "Tahun ini hanya sepuluh orang," katanya.
Berkat bimbingannya, Abdullah telah membukakan pintu mata hati anak didiknya dalam memahami kandungan ayat-ayat suci al-Quran, walaupun secara lahiriah tidak bisa melihat, di samping ribuan penyandang Tunanetra lainnya yang tersebar di seluruh pelosok Nusantara. (Her Suganda) Apa pun versinya, yang pasti para Muslim tunanetra perlu berterima kasih, karena atas jasa para penerjemah itu mereka kini dapat melek huruf Alquran braille. Kaum Muslim tunanetra pun tidak perlu mengkhawatirkan, adanya perbedaan versi Alquran braille. Sebab, Depag telah mengeluarkan mushaf standar yang menjadi pedoman bagi seluruh percetakan Alquran Braille di Indonesia. "Penyuntingan Alquran braille dilakukan Depag pusat," ujar Kepala Seksi Pendidikan Alquran dan MTQ Depag Kota Bandung Anwar Sanusi. Meskipun kini Kanwil Depag Kota Bandung telah memiliki seorang pentashih, yang menyunting Alquran sebelum diedarkan untuk dikonsumsi publik, wewenang untuk menyensor isinya tetap dimiliki Depag pusat. (Sumber Pikiran Rakyat, Kompas, Selasa (17/02/2004 )


Jumat, 31 Juli 2015

081224329696 (T-Sel), Wakaf Quran, Wakaf Quran Braille, Wakaf Tunai

Badan Wakaf Indonesia, Manfaat Wakaf, Wakaf Quran, Syarat-syarat Wakaf, Al qur an online, Hikmah Wakaf, Pengelolaan Wakaf di Indonesia, Peraturan Wakaf, Lembaga Wakaf

Wakaf Alquran Braille, Rumah Wakaf Indonesia, Rumah Wakaf, Bayar Wakaf, Lembaga Wakaf di Indonesia, Tempat Wakaf, Wakaf Online, Rumah Wakaf Bandung, Wakaf Online Indonesia, Wakaf Center, Wakaf Infak Sedekah, Wakaf Pembangunan Masjid

Program Wakaf Al-Qur’an dan pembinaan Al-Qur’an dengan mengirimkan Da’i Al-Qur’an sebagai Fasilitator untuk mengajarkan Al-Qur’an di wilayah rawan aqidah, pedesaan serta wilayah kota untuk terbebasnya masyarakat muslim yang buta huruf Al-Qur’an, hadirnya komunitas masyarakat pembaca Al-Qur’an, penghapal serta pengamal Al-Qur’an yang akan menghadirkan masyarakat yang berahlakul kharim.
Untuk Investasi Program Desa Al-Qur’an

  • Wakaf Al-Qur’an : Rp. 250.000 (1 eksemplar Qur’an dan pembinaan)
  • Wakaf Al-Qur’an Braille : Rp. 55.000 per 1 juz atau Rp. 1.650.000 per 30 juz
Input Program
  • Training dan program pengembangan Da’i Al Qur’an
  • Pembinaan serta pendampingan masyarakat dalam pengajaran Al Qur’an selama 1 tahun
  • Program produktif Wakaf Al Qur’an
  • Pahala yang terus mengalir untuk donatur /mitra/muwakif dari setiap AL Qura’n yang dibaca oleh setiap masyarakat peserta program Desa Al Qur’an
Output Program
  • Terbebasnya buta huruf Al Qur’an
  • Terbentuknya Da’i Al Qur’an
  • Hadirnya komunitas Al Qur’an disetiap wilayah
  • Masyarakat yang cinta Al Qur’an, penghapal serta pengamal Al Qur’an
  • Hadirnya generasi Qur’an
Sasaran Program
  • Wilayah daerah rawan Aqidah
  • Masyarakat daerah pedesaan dan perkotaan
  • Wilayah integrated community development
Investasi Program
Paket Ibadah
Biaya investasi program 1 titik wilayah binaan : Rp.25.000.000
  • Wakaf Al Qur’an 100 eksemplar
  • 1 Da’i Al Qur’an (Operasional pendampingan 1 tahun)
  • 1 Titik wilayah binaan desa Al Qur’an
  • Training pengembangan Da’i Al Qur’an
  • Infaq pengembangan Rumah Wakaf Indonesia
Paket Rahmat
Biaya Investasi program 10 titik wilayah binaan : Rp.250.000.000
  • Wakaf Al Qur’an 1000 eksemplar
  • 10 Da’i Al Qur’an (Operasional pendampingan 1 tahun)
  • 10 Titik wilayah binaan desa Al Qur’an
  • Training pengembangan Da’i Al Qur’an
  • Infaq pengembangan Rumah Wakaf Indonesia
Paket Rahmat
Biaya Investasi program 10 titik wilayah binaan : Rp.250.000.000
  • Wakaf Al Qur’an 10.000 eksemplar
  • 100 Da’i Al Qur’an (Operasional pendampingan 1 tahun)
  • 100 Titik wilayah binaan desa Al Qur’an
  • Training pengembangan Da’i Al Qur’an
  • Infaq pengembangan Rumah Wakaf Indonesia
Rumah Wakaf Indonesia
Jl. Turangga No. 63A Bandung
0812 2432 9696
info@rumahwakaf.com
www.rumahwakaf.com